Ada yang menarik hati saat kami penulis berkunjung keruang audionya Steve, seorang pehobi audio yang pernah juga menjadi ketua IHEAC (Indonesia High End Audio Club). Steve gemar mengoleksi produk audio lama alias jadul. Dan ternyata sebagian modelnya pernah berjaya pada jamannya, bahkan dikatakan ‘legend’.
Kedua, produk produk ini dia koleksi dengan cara membeli seken-nya. Hampir semua produk yang ada di ruangannya ini dia beli seken. Alasan Steve, demi menyesuaikan dengan kantungnya. Satu persatu dia dapatkan, dengan membeli dari teman dekat umumnya. Dan menariknya lagi, dia punya beberapa alternatif sistem. Ada sistem utama yang menampilkan 4 speaker berkelas pada jamannya, dari Rogers LS 3/5A, Wilson Audio Watt Puppy, JBL L 100, dan Acustat 1 + 1. Banyak turntable di ruangan ini, yang masing masing punya kekhususan. Yang kami ingat, ada Linn Sondek LP 12, Lenco L 75, lalu turntable EMT 948, Sotasaphire, dan Micro Seiki RX 1500. Di sistem lainnya, di bagian samping dari sistem utama ini, ada lagi sistem yang berisi ‘paket’ lengkap mulai dari pemutar hingga ke speaker. Mengarahnya speaker berbeda dengan yang utama tadi. Yah jika ingin merasakan nuansa audio dengan panggung yang ukuran menengah, Steve lebih suka dengar sistem ini. Tinggal mengubah posisi kursi saja.
Kali ini kami tertarik ingin mendengar salah satu sistem yang berada disamping sistem utama tadi. Salah satu isi paketnya adalah, speaker KEF LS 50, turntable Lenco L 75, diperkuat oleh power Krell KSA 50S yang dulu pernah jadi salah satu jagoannya Krell. Melihat susunannya, terasalah bagaimana Steve tengah memadukan sistem keluaran lama dengan yang baru yakni speaker KEF, dan bukan tidak mungkin juga terasa nikmat. Mari kita ungkap satu persatu sistem ini.
KEF LS 50
Steven menyebutnya sebagai salah satu model speaker yang legend. Alasan inilah yang membuatnya membeli LS 50. Dia lihat, dibandingkan model sejenis tetapi usianya lebih lama, Spendor BC1, suara LS 50 lebih linier. Mengapa diaambil speaker ini? “Yah, daripada beli merk lain yang nggak jelas” katanya.
Melihat sosoknya, kami terpaku saja dengan tweeter dome aluminium yang dipasang tepat ditengah konus driver mid/bass alumunium. Rupanya inilah resep KEF dalam berusaha menaikkan sebaran suara sekaligus membantu speaker dalam berintegrasi. Jika anda lihat ada sebuah gril di depan tweeter itu adalah waveguide dari speaker ini. Fungsinya adalah untuk menaikkan penampilan frekuensi tingginya. Kami ketuk-ketuk kabinet LS 50, terasa padat dan rigid. Desainernya tentu telah berpikir pintar bagaimana kabinet ini ideal, baik di massa dan ketahanan terhadap getaran, misalnya dengan membuat panel depan berbentuk kurva yang dibuat dari campuran bahan, yang disebutnya DMC (Dough Moulding Compound). Ini ternyata ungkapan untuk campuran bahan polyester resin dengan glass fibre dan kalsium karbonat. Lebih penting lagi, adalah bagaimana meredam getaran untuk memininalkan resonansi. KEF mensiasati ini dengan memilih bahan MDF untuk enclosurenya.
Model ini punya port reflex dan dibuat elips, bermanfaat untuk mentuning bass di LS 50. Coba saja masukkan jari anda kedalamnya, akan terasalah bagian dalamnya ini fleksibel. Ini kata KEF dibuat demikian untuk membantu memerangi distorsi midrange yang tak diinginkan.
Turntable: Lenco L 75
Ini termasuk turntable legend dan pernah jaya pada jamannya. Salah satu turntable yang kami pandang tampan di ruang Steve, utamanya karena panel bodinya dari kayu dengan finishing kinclong.
Pemutar asal Swiss ini punya idler drive dengan motor 4 pole synchronous. Punya 4 kecepatan(78, 45, 33-⅓, 16-2/3). Bobotnya sampai 10 kilogram.
Preamp: Krell PAM 7
Pre amplifier buatan Krell di tahun 1988 ini disebut-sebut merupakan bentuk evolusi terakhir dari teknologi pre amplifiernya Krell di kelas entry level. Menariknya, banyak dari konsep desainnya dianggap sama seperti banyak preamplifier preamplifier yang kelas harganya diatasnya. Krell sendiri menganggap konsep desainnya di PAM 7 terbilang unik. Dua fitur desain yang bolehlah dianggap menarik bagi kami adalah konsep operasi dual mono-nya (menyertakan dua power supply terpisah) dan tidak digunakannya kapasitor di jalur sinyal (signal path).
Power: Krell KSA 50S
Nama Krell mengingatkan penulisakan Krell Industries Inc. yang didirikan oleh Dan D’Agostino yang lalu menjabat sebagai C.E.O. sekaligus chief designer Krell. Anda tentu ingatakan merk Dan D’Agostino yang dibuat Dan setelah keluar dari Krell.
Ya, Krell ini adalah salah satu pabrikan audio high end besar asal Amerika. Dan salah satu buatannya, Krell KSA-50S yang juga ada di sistem Steve ini, juga salah satu model yang membuat nama Krell tambah harum. Power amplifier yang bermain di desain kelas-A 50 watt per salurannya didukung oleh catudaya yang cukup. Anda mendapatkan sekitar 50 watt daya RMS dengan 8 ohm, 100 watt dengan 4 ohm. Sangat cukup untuk mendrive speaker sekecil KEF. Dan untuk memutar album piringan hitamnya Manhattan, karakternya lebih ke cair saja dan cukup menampilkan bodi yang padat. .Dinamik dan berenergi. Walau berharap speaker ini bisa menghilangkan dirinya, dia detil dan punya transien serta open.
Power amp KSA50S, menjadi sebuah kekuatan baru dalam dunia hi-fi. Power amp yang lahir di kisaran tahun 1980-an, ini pernah disebut sebut sebagai power yang pintar dalam mendrive speaker yang paling sulit di drive sekali pun, dan punya daya menarik untuk speaker speaker sekecil KEF initentu.
Kemampuan daya dorong dan kekuatan berotot di Kelas-A ini dapat mengatasi speaker mana pun yang ingin Anda pasangkan. Ini menghasilkan bass yang besar dan kuat.
Dengar Manhattan
Kami diputarkan PH, sebuah grup band lama, The Manhattan yang bukan Manhattan Transfer, melainkan Manhattan Jazz Band. Salah satu lagunya, Lets Just Kiss and Say Goodbye. Menikmati rekaman lama pada sistem yang rata-rata adalah sistem lama, nuansanya memang beda dengan bila mendengar rekaman baru apalagi di sistem yang terbilang dibuat pada tahun tahun belakangan ini. Kesannya, tak banyak gincu yang dilakukan penata suaranya saat di dapur rekaman. Tak terasa impresif dan tebal apalagi stereo image yang besar, tetapi terasakan kenaturalannya. Tonalnya terasa netral dan tak memperlihatkan semacam kolorasi, yang memberikan kesan rasa akurat. Baru kali ini kami mendengar album dari Manhattan Jazz Band ini, jadi belum bisa membandingkan bagaimana bila diputar di sistem lain. Intinya memang kami tidak terlalu berekspektasi akan mendengar treble yang ngecring atau bass yang deep. Yang penting ada keseimbangan tonal saja sudah cukuplah. Tambahan lagi, terasa kesan rileksnya. Dari sisi software, bagi anda yang kini seusia penulis, tentu akan kemungkinan besar menyukai lagu ini. Punya pesona membangkitkan masa lampau. Ini rekaman Jepang dan bagi kami di midnya bagus.
Lamat lamat terasa jugalah kesan transparansi disini. Helaan nafasnya masih terasa. Dorongannya cukup baik. Tetapi memang, bila dibandingkan dengan sistem lain yang ada di ruang ini, terasalah bagaimana sistem ini kurang terasa di resolusi dan kelebaran panggungnya. Suaranya lebih kepada kesan fokus. Tetapi tentu pak Steve sudah mempertimbangkan dengan matang penempatan speaker, dengan toe in toe out-nya misalnya, walau dihadapkan kepada keterbatasan space karena banyak sekali perangkat di ruangannya ini. Ini adalah sistem alternatif Steve, bila mana misalnya dia ingin ditemani musik saat bekerja. Mendengar musikrekaman lama memang kita tak bisa berharap bahwa akan sedinamik dan selebar dan bahkan seimpresif rekaman kini, dengan rekaman yang telah maju dan memungkinkan sang desainer suara. Yang kami kejar adalah sisi kealamiahan saja. Bahkan nikmatnya merasakan rekaman di jaman dahulu.